Oke, oleh karena itu, pertanyaan singkat itu pun sengaja dijadikan materi di “Sekapur Sirih” – alias “Sepatah Dua Patah Kata” alias “Preambule” alias “Pembukaan”. Diharapkan penjelasan singkatnya nanti dapat mengobati rasa ingin tahu kamu tentang blog abal-abal yang baru dibuat saat liburan lebaran 2016 ini. Ssttt, masih newbie sekali!
Sarkem adalah istilah yang sangat familiar buat sebagian besar orang, khususnya orang Jogja. Sangat legendaris. Semua orang pasti tahu, kecuali yang tidak tahu (?) hehe, ya iya lah. Jogja terkenal dengan aneka wisatanya: wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner, hingga wisata belanja. Kalau bisa ditambahkan lagi, ada satu lagi, yaitu wisata malam. Nah, Sarkem ini ke tujuan wisata yang satu itu. Hmm, kebayang dong..?
![]() |
Jalan Pasar Kembang Jogja |
PASAR KEMBANG
Saat disebut kata “Sarkem”, benak sebagian orang akan langsung membayangkan sebuah lokasi di pusat kota Jogja, yang berada di dekat Malioboro dan stasiun kereta api Tugu, Yogyakarta. Area yang berada di sekitar sebuah jalan, yang namanya merupakan kepanjangan dari istilah Sarkem itu sendiri, yakni Jalan Pasar Kembang.
Pasar Kembang bukanlah tempat bertemunya para pembeli dan penjual bunga, bukan! Zaman dulu iya, tapi sekarang tidak. Kini bunganya lain. Bunga yang ini diobral untuk disengat para tawon garong. Ya, Sarkem adalah pusat bisnis dan hiburan. Wahana permainan untuk para pria hidung belang yang mengedepankan egonya dan rela menyisihkan hartanya untuk disalurkan kepada mereka yang berhak. Ingat, untuk yang berhak! Mereka yang memakai hak sepatu tinggi, alias high heels, yang menjalani profesi tertua di muka bumi ini. Yuuhuuu..!
Lalu, apa hubungannya dengan blog “Halo Sarkem” ini? Apakah di sini selalu mengabarkan info-info terkini seputar aktivitas di Sarkem, terutama update barang baru dan tarifnya? Apakah blog ini menampung keluhan-keluhan dan tanya-jawab pelanggan dan masyarakat layaknya customer service? Jawabannya singkat: TIDAK. Sekali lagi: Asyik, eh, TIDAK! Lalu, apa?
Begini ceritanya.. Kata “Sarkem” pada blog “Halo Sarkem” itu bukan singkatan dari Pasar Kembang, melainkan kependekan dari SARUNG KEMPIT. Halooo..? Sarkem di sini adalah Sarung Kempit, bukan Pasar Kembang, yaa... Sudah lega, atau masih belum yakin? Duh..!
![]() |
Aneka sarung untuk melakukan aksi Sarung Kempit |
SARUNG KEMPIT
Sarung dipilih karena bisa dianggap sebagai bagian dari pakaian yang Indonesia banget. Sarung yang motif mainstream-nya berupa kotak-kotak itu cukup multifungsi: identik digunakan untuk ibadah, penghias baju adat daerah, bisa dipakai santai di rumah, praktis digunakan saat honeymoon (apa coba?), pas sebagai pelengkap ronda malam,hingga enak dipakai oleh anak-anak untuk main ninja-ninjaan dan perang sarung.. Tolong dipahami maksud mulia dalam pemilihan benda sarung ini sebagai ikon blog. Kalau ternyata beli sarungnya di Pasar Kembang, itu beda cerita lagi.
Sementara kata “kempit” adalah istilah bahasa Jawa yang menunjukkan kondisi benda dijepit, bisa dengan tangan (ketiak) maupun menggunakan dua kaki. Kali ini lupakan dulu ketiak. Tentu sudah kebayang untuk sarung kempit. Bayangkan, kamu memakai sarung, lalu bagian depannya kamu jepit memakai kedua kaki. Posisi mengempit ini bisa dilakukan dengan menyilangkan kaki. Coba, deh..
Posisi sarung kempit ini merupakan posisi duduk yang mencerminkan 3 kondisi, yaitu santai, sopan, tapi serius. Posisi inilah yang bisa menggambarkan saya dalam menulis blog ini, dan juga posisi kamu saat membaca blog ini. Bisa aja, ah..
BLOG SARKEM
Setelah ini mungkin akan muncul lagi blog-blog Sarkem lainnya, dengan kepanjangan yang (juga) dipaksakan. Bisa jadi ada: Sarkem (Gusar Kembar), Sarkem (Pusar Kembung), Sarkem (Dasar Kemaksiatan), Sarkem (Nyasar Kematian), Sarkem (Sarana Kemiskinan), hingga Sarkem (Sarjana Kembali). Silakan saja. Asal jangan mencoba memplesetkan Pasar Kembang dengan salah satu gaya becanda kebalik khas Jogja menjadi “Pasang Kembar”. Mengapa? Ya kalau disingkat jadi beda, lah: Sangkem!
No comments:
Post a Comment